PENDAHULUAN
Secara garis besar ilmu hadits dibagi menjadi dua yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Asbabul wurud merupakan cabang dari ilmu hadits riwayah.
Dalam mempelajari hadits, ada beberapa hal yang penting untuk dipelajari yaitu mempelajari dan mengetahui sebab-sebab lahirnya hadits. Karena dengan mempelajari sebab-sebab lahirnya hadits dapat membantu dalam memahami makna hadits secara sempurna. Sebagaimana halnya pengetahuan tentang Asbab al Nuzul, dapat ,menolong untuk memahami makna ayat-ayat Al – Qur’an. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah bahwa dengan mengetahui sebab dapat pula mengetahui musabab (akibat).
Asbab al wurud ini menyingkap sebab-sebab timbulnya hadis. Terkadang ada hadis yang apabila tidak diketahui sebab timbulnya, akan menyebabkan dampak yang tidak baik ketika hendak diamalkan.
PEMBAHASAN
1. Pengertian.
Kata asbab adalah bentuk jama’ dari sabab. Menurut ahli bahasa diartikan dengan al habl (tali), saluran, yang artinya dijelaskan sebagai segala yang menghubungkan satu benda dengan benda lainnya.
Menurut istilah adalah:
كل شيئ يتو صل به الى غايته
“Segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan.”
Sedangkan kata wurud bisa berarti sampai, muncul dan mengalir. Seperti: ”air yang memancar atau air yang mengalir” الماء الذي يورد
Dalam pengertian yang lebih luas, al Suyuthi merumuskan pengertian asbab wurud al hadits dengan sesuatu yang membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, dinasakhkan dan seterusnya. Atau suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadis saat kemunculannya.
Dari uraian pengertian tersebut, asbab wurud al hadis dapat diberi pengertian yakni suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi saw menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu.[1]
Ilmu asbab wurud al hadits ini penting untuk diketahui, karena ilmu ini dapat menolong dalam memahami hadits, sebagaimana ilmu asbab al nuzul dapat menolong dalam memahami al-Qur’an. Sebagian ulama berpendapat bahwa sebab-sebab, latar belakang dan sejarah dikeluarkan hadits itu sudah tercakup dalam pembahasan ilmu Tarikh, karena itu tidak perlu dijadikan suatu ilmu yang berdiri sendiri. Akan tetapi, karena ilmu ini mempunyai sifat-sifat yang khusus yang tidak seluruhnya tercaku dalam ilmu Tarikh dan mempunyai faedah yang besar sekali dalam lapangan ilmu hadits, maka kebanyakan Muhadditsin menjadikan ilmu itu suatu ilmu pengetahuan tersendiri, sebagai cabang ilmu hadits dari jurusan matan.
2. Dasar-Dasar Kontekstualisasi
a. Masyarakat yang dihadapi Nabi SAW. bukan lingkungan yang sama sekali kosong dari pranata-pranata cultural yang tidak dinafikan semuanya oleh kehadiran nas-nas yang menyebabkan sebagiannya bersifat tipikal.
b. Dalam keputusan Nabi sendiri telah memberikan gambaran hukum yang berbeda dengan alasan “situasi dan kondisi”. Misalnya tentang ziarah kubur, yang semula dilarang karena kekhawatiran terjebak pada kekufuran dan setelah dipandang masyarakat cukup mengerti diperbolehkan.
c. Peran sahabat sebagai pewaris Nabi yang paling dekat sekaligus memahami dan menghayati Nabi dengan risalah yang diembannya telah mencontohkan kontekstualisasi nas. Misalnya Umar hukum talak tiga dalam sekali ucap yang asalnya jatuh satu talak menjadi jatuh tiga talak.
d. Implementasi pemahaman terhadap nas secara tekstual seringkali tidak sejalan dengan kemaslahatan yang justru menjadi alasan kehadiran Islam itu sendiri.
e. Keyakinan bahwa teks-teks Islam adalah petunjuk terakhir dari langit yang berlaku sepanjang masa, mengandung makna bahwa di dalam teks yang terbatas tersebut memiliki dinamika internal yang sangat kaya, yang harus terus-menerus dilakukan eksternalisasi melalui interpretasi yang tepat.[2]
3. Macam-macam Asbab al Wurud
Asbabul Wurud dibagi menjadi dua yaitu:
- Hadits yang mempunyai sebab disebutkan dalam hadits itu sendiri. Misalnya hadits tentang al-Quran turun dengan tujuh huruf (dialek).
صحيح البخاري - (ج 8 / ص 266) 2241 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ يَقْرَأُ سُورَةَ الْفُرْقَانِ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَؤُهَا وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْرَأَنِيهَا وَكِدْتُ أَنْ أَعْجَلَ عَلَيْهِ ثُمَّ أَمْهَلْتُهُ حَتَّى انْصَرَفَ ثُمَّ لَبَّبْتُهُ بِرِدَائِهِ فَجِئْتُ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ هَذَا يَقْرَأُ عَلَى غَيْرِ مَا أَقْرَأْتَنِيهَا فَقَالَ لِي أَرْسِلْهُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اقْرَأْ فَقَرَأَ قَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ ثُمَّ قَالَ لِي اقْرَأْ فَقَرَأْتُ فَقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ
Abdullah bin Yusuf telah bercerita kepada saya, Malik telah menceritakan pada saya dari Ibn Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdur rahman bin Abdul Qari, dia berkata: “saya mendengar Umar bin Khathab berkata: “saya mendengar Hisyam bin Hakim bin Hisyam membaca surat al-Furqan dengan bacaan selain yang telah saya baca, padahal Rasulullah saw telah nenbacakan pada saya. Hampir saja saya bertindak terhadap Hisyam. Kemudia saya menunda tindakan saya sampai ia pulang ke rumahnya. Kemudian saya menyeret lengan bajunya untuk mendatangi Rasulullah saw bersamanya. Saya berkata pada Rasulullha saw : bahwa saya mendengar oarng ini membaca ayat yang bukan seperti yang dibacakan Rasulullah. Kemudian Nabi memerintahkan saya “lepaskan orang tersebut”. Kemudian Nabi merkata kepada Hisyam :”bacalah”. Hisyam pun membaca. Kemudian nabi bersabda:”sesungguhmya al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), maka bacalah mana yang mudah daripadanya”.[3]
- Hadits yang sebab tidak disebutkan dalam hadits tersebut tetapi disebutkan pada jalan (thuruq) hadits yang lain, misalnya : hadits yang menerangkan niat dan hijrah yang diriwayatkan oleh Umar ra.[4]
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Saya mendengar Umar bin Khatthab berkata di atas mimbar: “saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut niatnya masing-masing. Maka barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan atau perempuan yang bakal dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang diniatkannya saja.”.
Asbabu’l Wurud dari hadits tersebut di atas kita temukan pada hadits dibawah ini.
قال الزبير بن بكار في أخبار المدينة : حدثني محمد بن الحسن عن محمد بن طلحة ابن عبد الرحمن عن موسى بن محمد بن إبراهيم بن الحارث عن أبيه قال : لما قدم رسول الله صلى الله عيله وسلم المدينة وعك فيها أصحابه وقدم رجل فتزوج امرأة مهاجرة ، فجلس رسول الله صلى الله عليه وسلم على المنبر فقال : " يا أيها الناس إنما الأعمال بالنية ثلاثا فمن كانت هجرته الى الله ورسوله ، فهجرته الى الله ورسوله من كانت هجرته في دنيا يطلبها ، أو امرأة يخطبها فإنما هجرته إلى ما هاجر إليه ".
Az-Zubair bin Bakkar mengatakan di dalam kitab Akhbar al-Madinah , bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu al-Hasan, dari Muhammad ibn Talhah ibnu Abdur Rahman dari Musa ibnu Nuhammad ibnu Ibrahim ibn al Harits, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, sahaba-sahabatnya terserang penyakit demam di Madinah. Kemudian datanglah seorang laki-laki, lalu ia mengawini seorang perempuan muhajirah. Kemudian Rasulullah saw duduk di atas mimbarnya dan bersabda: “Hai manusia, sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut niatnya –sebanyak tiga kali-. Maka barangsiapa yang niat hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti dia berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang niat hijrahnya karena duniawi, maka dia akan mencarinya; atau karena wanita, maka dia akan melamarnya. Maka sesungguhnya hijrah seseorang itu hanyalah kepada apa yang dia niatkan dalam hijrahnya.”[5]
Namun ada pula matan hadits yang timbul tanpa Sabab al Wurud atau timbul dengan sendirinya. Sebagaimana contoh:
عَنْ عَمْرو بْنِ عَوْفٍ اْلأَنْصَارِى رَضِى اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلأَنْصَارِذَاتَ يَوْمٍ: أَبْشِرُوا وَأَمِّـلُوا مَايَسُرُّكُمْ ، فَوَاللهِ مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلَكِنِّى أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَـا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَـافَسُوا كَمَا تَنَـافَسُوهَا ، فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Dari 'Amru Bin 'Auf Al Anshary, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada orang-orang Anshar pada suatu hari: Bergembiralah kamu sekalian, nescaya kamu akan mendapati apa yang kamu inginkan; Demi Allah, bukanlah kefakiran yang lebih aku takuti (menimpa) kamu, tetapi aku takut (kalau) dunia ini dibentangkan keatas kamu (diberi kekayaan dan dimurahkan rezeki) sebagaimana dia telah dibentangkan keatas orang-orang sebelum kamu; maka kamupun berlumba-lumba (mencari) nya (dunia) sebagaimana mereka berlumba-lumba dengannya, lalu duniapun memusnahkan kamu sebagaimana dia memusnahkan mereka. (Muttafaq 'Alaihi)
4. Manfa’at Asbab wurud al hadis
Asbab Wurud al Hadis mempunyai manfa’at antara laian:
a. Untuk menolong memahami dan menafsirkan sebuah hadis.
b. Sering dijumpai lafadz nash hadis diungkapkan dalam bentuk umum, sehingga untuk memahaminya perlu dalil yang mentakhsisnya.
c. Untuk mengetahui hikmah ketentuan syari’at Islam.
d. Untuk mentakhsiskan hukum bagi yang berpedoman kaidah ushul fiqh Al ‘Ibrah bi khusus al sabab (mengambil suatu ibarat itu hendaknya dari sebab-sebab yang khusus).[6]
5. Ulama yang menyusun kitab tentang asbab al murud.
Ulama yang mula-mula menyusun kitab ini, yang ada kitabnya dalam masyarakat, ialah Abu hafash ‘Umar ibn Muhammad ibn Raja Al ‘Ukbary, dari murid Ahmad (380-456H)., Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Kamaluddin, yang lebih dikenal dengan Ibn hamzah Al-Husainy Al-Dimasyqy (1054-1120H) dengan karyanya Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud Al- hadits Al-Syarif. [7]
Simpulan
Asbab wurud al hadis dapat diberi pengertian yakni suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi saw menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu.
Asbab wurud al hadits ada dua yaitu sebab yang langsung disebutkan dalam hadis itu sendiri dan tidak langsung, maksudnya sebab disebutkan dalam hadis lain.
Mengetahu asbab wurud al-hadits sangat penting, karena dengan mengetahui asbab wurud al-hadits orang tidak akan salah dalam memahami hadis. Disamping itu bisa memperjelas maksud hadis yang sesuai dengan konteksnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu baker, Bahrun. Tarjamah Al-Luma’ fi Asbab al-Wurud.
Ibrahim, M. Sa’ad. Orisinalitas dan Perubahan Dalam Ajaran Islam, dalam Jurnal At-Tahrir, Vol. 4, 2 Juli 2004
Jumantoro, Totok. Kamus Ilmu Hadis,
Saputra, Munzir. Ilmu Hadis,
Wijaya , Suwarta, Salim, Safrullah. Asbabul Wurud. Jakarta: Kalam Mulia, 2006,
[1] Munzir Saputra, Ilmu Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), 38
[2] M. Sa’ad Ibrahim, Orisinalitas dan Perubahan Dalam Ajaran Islam, dalam Jurnal At-Tahrir, Vol. 4, 2 Juli 2004, 168-169
[3] Suwarta Wijaya, Safrullah Salim, Asbabul Wurud (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 6.
[5] Bahrun Abu bakar, Tarjamah Al-Luma’ fi Asbab al-Wurud (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), 28.
[6] Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 22
[7] Ibid, 23